Sejarah Berdiri
Sejarah berdiirinya, pondok pesantren AL-AMIEN PRENDUAN tidak bisa dilepaskan dari sejarah
perkembangan agama Islam di Prenduan itu sendiri. Karena Kiai Chotib
(kakek para pengasuh sekarang) yang memulai usaha pembangunan lembaga
pendidikan Islam di Prenduan, juga merupakan Kiai mengembangkan Islam di
Prenduan. Usaha Pembangunan lemba ini sebenarnya merupakan kelanjutan
dari usaha adik ipar beliau, Kiai Syarqowi yang hijrah ke Guluk-guluk
setelah kurang lebih 14 tahun membina masyrakat Prenduan dalam rangka
memenuhi amanat sahabatnya, Kiai Gemma yang wafat di Mekkah.
Sebelum meninggalkan Prenduan untuk
hijrah ke Guluk-guluk, Kiai Syarqowi meminta Kiai Chotib untuk
menggantikannya membimbing masyarakat Prenduan, setelah sebelumnya
menikahkan beliau dengan salah seorang putri asli Prenduan yang bernama
Aisyah, atau yang lebih dikenal kemudian dengan Nyai Robbani. Dengan
senang hati Kiai Chotib menerima amanah tersebut.
Beberapa tahun kemudian, sekitar awal
abad ke-20, Kiai Chotib mulai merintis pesantren dengan mendirikan
Langgar kecil yang dikenal dengan Congkop. Pesantren Congkop, begitulah
masyarakat mengenal lembaga pendidikan ini, karena bangunan yang berdiri
pertama kali di pesantren ini adalah bangunan berbentuk Congkop
(bangunan persegi semacam Joglo). Bangunan ini berdiri di lahan gersang
nan labil dan sempit yang dikelilingi oleh tanah pekuburan dan semak
belukar, kurang lebih 200 meter dari langgar yang didirikan oleh Kiai
Syarqowi.
Sejak saat itu, nama congkop sudah
menjadi dendang lagu lama pemuda-pemuda prenduan dan sekitarnya yang
haus akan ilmu pengetahuan. Ngaji di Congkop…mondok di Congkop…nyantri
di Congkop… dan beberapa istilah lainnya. Dari congkop inilah sebenarnya
cikal bakal Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN yang ada sekarang ini
dan kiai Chotib sendiri ditetapkan sebagai perintisnya.
Tapi sayang sebelum congkop menjadi
besar seperti yang beliau idam-idamkan, kiai Chotib harus meninggalkan
pesantren dan para santri-santri yang beliau cintai untuk
selama-lamanya. Pada hari sabtu, tanggal 7 Jumadil Akhir 1349 / 2
Agustus 1930 beliau berpulang ke haribaan-Nya. Sementara putra-putri
beliau yang berjumlah 8 orang sebagian besar telah meninggalkan Congkop
untuk ikut suami atau membina umat di desa lain. Dan sebagian lagi masih
belajar di berbagai pesantren besar maupun di Mekkah. Sejak itulah
cahaya Congkop semakin redup karena regenerasi yang terlambat. Walaupun
begitu masih ada kegaitan pengajian yang dibina oleh Nyai Ramna selama
beberapa tahun kemudian.
Periode Pembangunan Ulang
Setelah meredup dengan kepergian kiai
Chotib, kegiatan pendidikan Islam di Prenduan kembali menggeliat dengan
kembalinya kiai Djauhari (putra ke tujuh kiai Chotib) dari Mekkah
setelah sekian tahun mengaji dan menuntut ilmu kepada Ulama-ulama
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Beliau kembali bersama istri tercinta
Nyai Maryam yang merupakan putri salah seorang Syekh di Makkah
Al-Mukarromah.
Sekembali dari Mekkah, KH. Djauhari
tidak langsung membuka kembali pesantren untuk melanjutkan rintisan
almarhum ayah beliau. Beliau melihat masyarakat Prenduan yang pernah
dibinanya sebelum berangkat ke Mekkah perlu ditangani dan dibina lebih
dahulu karena terpecah belah akibat masalah-masalah khilafiyah yang
timbul dan berkembang di tengah-tengah mereka.
Setelah masyarakat Prenduan bersatu
kembali, barulah beliau membangun madrasah yang baru yang lebih teratur
dan terorganisir. Madrasah baru tersebut diberi nama Mathlabul Ulum atau
Tempat Mencari Ilmu. Madrasah ini terus berkembang dari waktu-waktu
termasuk ketika harus berjuang melawan penjajahan Jepang dan masa-masa
mempertahankan kemerdekaan pada tahun 45-an. Bahkan ketika KH. Djuhari
harus mendekam di dalam tahanan Belanda selama hampir 7 bulan madrasah
ini terus berjalan dengan normal dikelola oleh teman-teman dan
murid-murid beliau.
Hingga akhir tahun 1949 setelah
peperangan kemerdekaan usai dan negeri tercinta telah kembali aman,
madrasah Mathlabul Ulum pun semakin pesat berkembang. Murid-muridnya
bertambah banyak, masyrakat semakin antusias sehingga dianggap perlu
membuka cabang di beberapa desa sekitar. Tercatat ada 5 madrasah cabang
yang dipimpin oleh tokoh masyarakat sekitar madrasah. Selain mendirikan
Mathlabul Ulum beliau juga mendirikan Tarbiyatul Banat yang dikhususkan
untuk kaum wanita. Selain membina madrasah, KH. Djauhari tak lupa
mempersiapkan kader-kader penerus baik dari kalangan keluarga maupun
pemuda-pemuda Prenduan. Tidak kurang dari 20 orang pemuda-pemudi
Prenduan yang dididik khusus oleh beliau.
Hingga akhir tahun 1950-an Mathlabul
Ulum dan Tarbiyatul Banat telah mencapai masa keemasannya. Dikenal
hampir di seluruh Prenduan dan sekitarnya. Namun sayang kondisi umat
Islam yang pada masa itu diterpa oleh badai politik dan perpecahan
memberi dampak cukup besar di Prenduan dan Mathlabul Ulum. Memecah
persatuan dan persaudaraan yang baru saja terbangun setelah melewati
masa-masa penjajahan. Pimpinan, guru dan murid-murid Mathlabul Ulum
terpecah belah.
Labels:
modern,
Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN
Thanks for reading Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN. Please share...!
0 Komentar untuk "Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN"